Penulis: admin

  • Perang Israel–Hamas

    Perang Israel–Hamas

    Pada 7 Oktober 2023, kelompok militan Palestina yang dipimpin oleh Hamas melancarkan invasi dan serangan terhadap Israel dari Jalur Gaza, menerobos tembok pembatas Gaza-Israel dan memaksa masuk melalui penyeberangan perbatasan Gaza, ke pemukiman terdekat dan instalasi militer Israel. Hamas menamainya sebagai “Operasi Banjir Al-Aqsa” (bahasa Inggris: Operation Al-Aqsa Flood). Ini adalah konflik langsung pertama di wilayah Israel sejak Perang Arab-Israel tahun 1948. Permusuhan dimulai pada pagi hari dengan serangan roket terhadap Israel dan masuknya kendaraan ke wilayah Israel, dengan beberapa serangan terhadap warga sipil Israel di sekitar dan pangkalan militer Israel. Beberapa pengamat menyebut peristiwa ini sebagai awal Intifadah Palestina yang ketiga

    Untuk pertama kalinya sejak Perang Yom Kippur tahun 1973, Israel secara resmi mendeklarasikan perang.[Operasi balasan yang diluncurkan Israel tersebut dinamai sebagai “Operasi Pedang Besi” (bahasa Inggris: Operation Swords of Iron) oleh IDF

    Awal mula

    Setidaknya, 3.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ketika militan Hamas menerobos perbatasan dan memasuki Israel, menewaskan sedikitnya 900 warga Israel  dan mendorong pemerintah Israel untuk mengumumkan keadaan darurat. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel “sedang berperang” dalam pidato nasionalnya setelah dimulainya serangan. Militan Palestina yang menyusup ke Israel memasuki beberapa kibbutzim dekat Jalur Gaza serta kota Sderot. Baik media Palestina dan Israel melaporkan bahwa tentara Israel dan warga sipil, termasuk anak-anak, telah disandera oleh militan Palestina; beberapa dari sandera ini dilaporkan telah dibawa ke Jalur Gaza. Kasus kekerasan terhadap warga sipil Israel telah banyak terjadi sejak awal serangan Hamas, termasuk pembantaian festival musik di Re’im yang menewaskan sedikitnya 260 orang.

    Israel membalas invasi tersebut dengan membombardir bangunan-bangunan strategis dan sasaran militer, dengan 20 laporan kasus penembakan terhadap infrastruktur sipil, termasuk bangunan tempat tinggal, masjid, rumah sakit, dan bank. Kementerian Kesehatan Palestina yang dipimpin oleh Hamas di Gaza melaporkan bahwa Israel telah membunuh sedikitnya 500 warga Palestina dalam baku tembak dan serangan udara di Gaza dan Israel, termasuk warga sipil, 78 anak-anak, dan 41 wanita; sementara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan pihaknya membunuh “lebih dari 400 teroris”

    Selama operasi darat IDF di Gaza, IDF merilis video yang menunjukkan puluhan peluncur roket di halaman masjid dan di sebuah kamp pramuka untuk anak-anak. IDF juga mengklaim bahwa ada terowongan Hamas di bawah rumah sakit, yang menurut mereka digunakan untuk mencegah Israel mengebomnya, dengan menggunakan orang-orang Palestina yang tidak bersalah sebagai perisai manusia

    Etimologi

    Beberapa kantor berita dan pengamat menyebut konflik yang sedang berlangsung ini ialah Intifadah Ketiga.

    Kelompok militan Palestina menjuluki serangan mereka Operasi Banjir Al-Aqsa (bahasa Arab: عملية طوفان الأقصى, translit. ʿamaliyya ṭūfān al-ʾAqṣā),manakala Israel telah mengumumkan dimulainya upaya serangan balasan yang disebut Operasi Pedang Besi (bahasa Ibrani: מבצע חרבות ברזל, translit. Mivtsa Cherevot Barzel‎). Awal serangan Palestina bertepatan dengan peringatan 50 tahun pecahnya Perang Arab-Israel tahun 1973.

    Kejahatan perang

    Oleh Palestina

    Pembantaian, penyanderaan, dan tuduhan genosida

    Pada serangan awal mereka, militan-militan Palestina menargetkan warga sipil, menembaki mobil-mobil warga sipil saat mereka sedang berkendara,dan kemudian setelah mencapai target, mereka melakukan pembantaian; di festival musik Re’im mereka membunuh lebih dari 260 warga sipil, sementara di Be’eri dan Kfar Aza mereka masing-masing membunuh sedikitnya 112 dan 73 orang. Korbannya termasuk bayi dan anak-anak, dan banyak dari mereka yang dibakar, dipotong-potong, dan dipenggal. Laporan mengenai bayi yang dipenggal kepalanya belum dapat dikonfirmasi secara independen. Video-video yang dirilis di media sosial (terutama oleh Hamas) mendokumentasikan penyiksaan, kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak-anak, dan penganiayaan terhadap tubuh korban.

    Berdasarkan hukum internasional, hal ini termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan; Konvensi Jenewa menggambarkan penyanderaan sebagai “pelanggaran berat”. Selain itu, menurut 100 lebih pakar internasional, karena tindakan ini tampaknya dilakukan dengan “niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian” sebuah kelompok nasional yang sejalan dengan tujuan eksplisit Hamas, tindakan ini “sangat mungkin” dianggap sama dengan genosida. Ketika para militan mundur, mereka menculik sekitar 150 orang, sebagian besar warga sipil, untuk dijadikan sandera; orang-orang bersenjata kemudian terlihat mengarak setengah telanjang seorang sandera di jalan-jalan Gaza dalam gambar yang digambarkan oleh Amnesty International sebagai “adegan dari mimpi buruk”. Penyanderaan dilarang oleh hukum internasional dan merupakan kejahatan perang; Human Rights Watch menggambarkannya sebagai kejahatan keji yang tidak memiliki justifikasi

    Tameng manusia dan ancaman mengeksekusi sandera

    Juru bicara Komisi Eropa Eric Mamer, Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps, Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly, pakar Angkatan Udara AS David Deptula, dan analis dari Institut Kebijakan Strategis Australia semuanya mengatakan bahwa Hamas telah menggunakan warga sipil atau sandera sebagai tameng manusia. Meskipun penyanderaan itu sendiri merupakan kejahatan perang, penggunaan sandera dengan cara ini juga dilarang dan merupakan pelanggaran terhadap Statuta Roma, yang menyatakan bahwa menggunakan warga sipil untuk membuat “titik, wilayah, atau kekuatan militer tertentu kebal dari operasi militer” adalah tindakan yang melanggar hukum. kejahatan perang.

    Hamas mengancam akan mengeksekusi sandera setiap kali Israel menyerang sebuah rumah di Jalur Gaza, dan menyiarkan langsung eksekusi tersebut di internet. Eksekusi seperti itu, jika dilakukan, merupakan kejahatan perang.

    Serangan roket tanpa pandang bulu

    Palestina melakukan serangan awak dengan meluncurkan sedikitnya 3.000 roket dari Jalur Gaza menuju Israel,  dan pada hari-hari berikutnya serangan terus berlanjut. Roket-roket ini telah menyerang hingga Tel Aviv dan pinggiran Yerusalem, membuat sistem pertahanan Iron Dome kewalahan. Serangan roket semacam itu merupakan serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, dan karenanya merupakan kejahatan perang

    Oleh Israel

    Serangan udara kamp pengungsi Jabalia, Serangan udara kamp pengungsi al-Shati, Blokade Israel di Jalur Gaza Oktober 2023, Serangan udara sekolah UNRWA Oktober 2023 dan Evakuasi Jalur Gaza bagian utara

    Hukuman kolektif

    Beberapa tindakan yang diambil oleh Israel termasuk blokade listrik, makanan, bahan bakar, dan air, dikategorikan sebagai hukuman kolektif, sebuah kejahatan perang yang dilarang oleh perjanjian baik dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional, lebih khusus lagi Pasal Umum 3 Jenewa. Konvensi dan Protokol Tambahan II. Presiden Israel Isaac Herzog menuduh penduduk Gaza bertanggung jawab kolektif atas perang tersebut. Presiden internasional Doctors Without Borders Christos Christou mengatakan jutaan warga sipil di Gaza menghadapi “hukuman kolektif” karena blokade Israel terhadap bahan bakar dan obat-obatan. Profesor hukum Universitas Tufts, Tom Dannenbaum, menulis bahwa perintah pengepungan tersebut “memerintahkan kelaparan warga sipil sebagai metode peperangan, yang merupakan pelanggaran hukum kemanusiaan internasional dan kejahatan perang.

    Sebagai bagian dari blokade Israel di Gaza, semua akses terhadap air ditutup. Pasal 51 Peraturan Berlin tentang Sumber Daya Air melarang kombatan mengambil air atau infrastruktur air yang dapat menyebabkan kematian atau memaksa pergerakannya. Kepala diplomat Uni Eropa Josep Borrell menyebut tindakan Israel yang memutus pasokan air, listrik, dan makanan sebagai tindakan yang “tidak sesuai dengan hukum internasional”. Pada tanggal 14 Oktober, UNRWA mengumumkan bahwa Gaza tidak lagi memiliki air minum bersih, dan dua juta orang berada dalam risiko kematian akibat dehidrasi. Pada tanggal 15 Oktober, Israel mengumumkan telah melanjutkan pasokan air ke satu lokasi di Gaza selatan untuk “mendorong” pergerakan. Pekerja relawan di Gaza membantah bahwa air tersedia. Pada tanggal 16 Oktober, warga sipil meminum air laut dan air yang terkontaminasi limbah untuk bertahan hidup

    Serangan tanpa pandang bulu

    IDF melakukan ribuan serangan udara di Gaza, menewaskan ribuan warga sipil. Serangan udara telah menghantam lokasi-lokasi yang dilindungi secara khusus, termasuk rumah sakit, pasar, kamp pengungsi, masjid, fasilitas pendidikan, dan seluruh lingkungan sekitar. Sekelompok pelapor khusus PBB menegaskan bahwa serangan udara Israel yang sembarangan “benar-benar dilarang berdasarkan hukum internasional dan merupakan kejahatan perang.”

    Pada tanggal 9 Oktober, IDF melancarkan serangan udara yang memakan banyak korban jiwa di pasar kamp pengungsi Jabalia. Serangan tersebut mengakibatkan kematian lebih dari enam puluh warga sipil dan kerusakan parah pada pasar.

    Pada tanggal 9 Oktober, IDF melakukan serangan udara di kamp pengungsi Al-Shati yang padat penduduk. Media Palestina melaporkan bahwa serangan ini mengakibatkan banyak korban sipil dan kehancuran empat masjid, termasuk masjid al-Gharbi, masjid Yassin, dan masjid al-Sousi, yang semuanya dipastikan hancur berdasarkan rekaman satelit. Berdasarkan Statuta Roma, penyerangan secara sengaja terhadap tempat ibadah dalam konflik non-internasional merupakan kejahatan perang.

    Pada tanggal 17 Oktober, serangan udara IDF menghantam sekolah UNRWA yang menampung 4.000 pengungsi di kamp pengungsi Al-Maghazi, menewaskan enam orang dan melukai puluhan lainnya. Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, menyebut serangan itu “keterlaluan” dan menunjukkan “pengabaian yang mencolok terhadap nyawa warga sipil.”

    Netralitas medis

    Israel telah melanggar netralitas medis, sebuah kejahatan perang berdasarkan Konvensi Jenewa. Menurut para pejabat Gaza, IDF sengaja menargetkan ambulans dan fasilitas kesehatan dengan serangan udara. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, UNRWA, dan Medecins Sans Frontieres melaporkan kematian personel medis mereka. Pada tanggal 14 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan pembunuhan terhadap pekerja layanan kesehatan dan penghancuran fasilitas kesehatan “menghilangkan hak asasi warga sipil atas kesehatan yang menyelamatkan nyawa” dan dilarang oleh Hukum Humaniter Internasional. Pada 17 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan 51 fasilitas kesehatan di Gaza telah diserang oleh Israel

    Fosfor putih 

    Human Rights Watch dan Crisis Evidence Lab milik Amnesty International berbagi bukti bahwa unit militer Israel yang menyerang di Gaza dan Lebanon menggunakan peluru artileri fosfor putih; Israel membantah laporan tersebut. Fosfor putih digunakan dalam amunisi asap, pencahayaan, dan pembakar, dan menyala ketika terkena oksigen atmosfer. Jika terkena, bahan ini dapat menyebabkan cedera yang dalam dan parah, berpotensi menyebabkan kegagalan banyak organ, dan bahkan luka bakar ringan pun dapat berakibat fatal. Fosfor putih dianggap sebagai senjata pembakar, dan Protokol III Konvensi Senjata Konvensional Tertentu melarang penggunaannya terhadap sasaran militer yang berada di kalangan warga sipil, meskipun Israel bukan salah satu penandatangannya. Menurut Human Rights Watch, penggunaan fosfor putih adalah “melanggar hukum dan tidak pandang bulu jika terjadi ledakan udara di wilayah perkotaan yang berpenduduk padat, karena dapat membakar rumah-rumah dan menyebabkan kerugian besar bagi warga sipil,” dan “melanggar persyaratan hukum kemanusiaan internasional untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang layak.” untuk menghindari cederanya warga sipil dan hilangnya nyawa.”

    Evakuasi paksa

    Pada tanggal 13 Oktober, tentara Israel memerintahkan evakuasi 1,1 juta orang dari Gaza Utara. Perintah evakuasi ini dicirikan sebagai pemindahan paksa oleh Jan Egeland, mantan diplomat Norwegia yang terlibat dalam Perjanjian Oslo. Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese memperingatkan adanya pembersihan etnis massal di Gaza. Sejarawan Israel Raz Segal menyebutnya sebagai “kasus genosida yang tercatat dalam buku teks”. Tindakan ini dikutuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Doctors Without Borders, UNICEF, dan Komite Penyelamatan Internasional. Pada tanggal 14 Oktober, Organisasi Kesehatan Dunia mengutuk perintah Israel untuk mengevakuasi 22 rumah sakit di Gaza Utara, dan menyebutnya sebagai “hukuman mati”.

     

    Reaksi

    Amerika Serikat

    Amerika Serikat: Presiden Joe Biden dalam pernyataannya menyatakan bahwa selama 75 tahun Israel telah menjadi penjamin utama bagi keamanan umat Yahudi di seluruh dunia, sehingga kekejaman di masa lalu tidak akan dapat terjadi lagi. Ia mengatakan bahwa Israel memiliki dukungan dari AS

    Tiongkok

    Tiongkok: Kementerian Luar Negeri menyatakan keprihatinan yang mendalam “atas meningkatnya ketegangan dan kekerasan antara Palestina dan Israel” dan mendesak pihak-pihak terkait untuk “tetap tenang, menahan diri dan segera mengakhiri permusuhan untuk melindungi warga sipil dan menghindari memburuknya situasi.”

    Menlu Wang Yi menyoroti empat prioritas yang dianggap mendesak oleh Tiongkok mengingat parahnya situasi saat ini. Yang pertama adalah menghentikan konflik sesegera mungkin, mencegah kekerasan tanpa henti, dan menghindari memburuknya situasi. Kedua, sangat penting untuk mematuhi hukum humaniter internasional, melakukan segala upaya untuk menjamin keselamatan warga sipil, membuka jalur penyelamatan dan bantuan kemanusiaan secepat mungkin, dan mencegah bencana kemanusiaan yang parah. Ketiga, negara-negara terkait harus tetap tenang dan menahan diri, mengambil sikap objektif dan adil, berupaya meredakan konflik, dan menghindari dampak yang lebih besar terhadap keamanan regional dan internasional. Keempat, PBB harus memainkan perannya dalam menyelesaikan permasalahan Palestina. Dewan Keamanan PBB perlu memikul tanggung jawab penting dalam hal ini, membangun konsensus internasional secepat mungkin dan mengambil tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut

    Menlu Wang Yi juga menekankan bahwa persoalan Palestina adalah inti permasalahan Timur Tengah terletak pada lamanya penundaan dalam mewujudkan impian Negara Palestina merdeka dan kegagalan memperbaiki ketidakadilan historis yang diderita rakyat Palestina. Israel mempunyai hak untuk menjadi negara, begitu pula Palestina. Israel telah mendapatkan perlindungan untuk bertahan hidup, tapi tidak ada yang peduli dengan kelangsungan hidup rakyat Palestina. Bangsa Yahudi tidak lagi tercerai-berai, namun bangsa Palestina belum kembali ke kampung halamannya.

    Selain itu ia juga menyebutkan bahwa ketidakadilan terhadap Palestina telah berlangsung selama lebih dari setengah abad. Penderitaan yang melanda generasi ke generasi tidak boleh berlanjut. Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah solusi dua negara dan Negara Palestina yang merdeka. Inilah cara Palestina dan Israel bisa hidup berdampingan secara damai dan bagaimana bangsa Arab dan Yahudi bisa hidup harmonis. Hanya ketika solusi dua negara diterapkan sepenuhnya, Timur Tengah dapat benar-benar menikmati perdamaian dan Israel menikmati keamanan yang langgeng. Cara yang tepat untuk memajukan solusi dua negara adalah dengan melanjutkan perundingan damai sesegera mungkin. Semua mekanisme perdamaian harus berperan positif.

    Utusan Khusus Pemerintah Tiongkok untuk Masalah Timur Tengah akan segera mengunjungi negara-negara terkait di kawasan dan melakukan upaya aktif untuk memfasilitasi penghentian kekerasan dan meredakan situasi.

    Rusia

    Rusia: Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, berkata bahwa pembentukan negara Palestina adalah solusi yang dapat diandalkan untuk menciptakan perdamaian di mana Palestina hidup berdampingan dengan Israel. Ia juga mengatakan Rusia memiliki pertanyaan serius mengenai kebijakan Barat terhadap Israel. Lavrov juga berujar bahwa Rusia dan Liga Arab akan bekerja untuk menghentikan pertumpahan darah di Israel dan Gaza

     

    Indonesia

    Indonesia: Kementerian Luar Negeri mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinan mendalamnya “dengan meningkatnya konflik antara Palestina dan Israel”, dan mendesak agar kekerasan segera diakhiri untuk menghindari korban jiwa lebih lanjut. Mereka juga menyerukan agar pendudukan wilayah Palestina oleh Israel sebagai akar konflik, diselesaikan sesuai dengan parameter yang disepakati oleh PBB. Presiden Joko Widodo, dalam pidatonya pada tanggal 10 Oktober, mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan konflik, mengurangi ketegangan, dan memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk melindungi warga negara Indonesia yang saat ini berada di Palestina dan Israel

     

    Iran

    Iran: Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Yahya Rahim Safavi, mengucapkan selamat kepada Palestina yang telah melancarkan serangan besar terhadap Israel. Ia juga berujar bahwa Iran akan mendukung Palestina sampai pembebasan Palestina dan Yerusalem

     

    Ukraina

    Ukraina: Kementerian Luar Negeri Ukraina menyatakan dukungan untuk Israel atas haknya untuk membela diri dan rakyatnya. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyebut Hamas dengan sebutan teroris. Menurutnya, keberanian yang dilakukan Hamas cukup mengejutkan. Zelensky berkata bahwa ia sudah berbicara dengan Benjamin Netanyahu dan menyampaikan belasungkawa atas ratusan korban yang ada

     

    Arab Saudi

    Arab Saudi: Kemenlu Arab Saudi memberikan pernyataan yang menyerukan penghentian segera terhadap kekerasan

     

    Mesir

    Mesir: Kemenlu Mesir memperingatkan mengenai meningkatnya ketegangan antara Israel dan Palestina akan memberikan konsekuensi yang serius kedepannya

     

    Turki

    Turkish: President Recep Tayyip Erdoğan meminta İsrael dan Palestina untuk menahan diri dari konflik yang terjadi agar tidak memperburuk keadaan.

     

    Suriah

    Suriah: Suriah memuji operasi militer yang dilancarkan Palestina dan berkata bahwa hal tersebut merupakan hal yang terhormat. Kemenlu Suriah juga menegaskan dukungan terhadap rakyat Palestina melawan Zionis Israel.

     

    Qatar

    Qatar: Kemenlu Qatar mengeluarkan pernyataan bahwa Israel sendirilah yang bertanggung jawab atas meningkatnya konflik yang terjadi. Pernyataan tersebut juga meminta kedua pihak menahan diri dan memberi seruan terhadap komunitas internasional untuk mencegah Israel menggunakan peristiwa ini untuk melancarkan perang yang tidak proporsional terhadap warga sipil Palestina di Gaza

     

    Sekretaris Jenderal PBB

    Sekjen PBB, Antonio Guterres, berkata bahwa ia merasa prihatin dan mendesak pengendalian diri secara maksimal. Ia juga berujar bahwa warga sipil harus dihormati dan dilindungi sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional kapan pun

     

    jepang

    Jepang: Jepang mengutuk konflik yang terjadi antara Hamas dan Israel, serta mendesak agar semua pihak menahan diri untuk mencegah adanya kerugian lebih lanjut

     

    Dampak

    Pembekuan dana Iran

    Pada 18 September 2023, Iran membebaskan lima warga Amerika Serikat yang sebelumnya berada dalam penahanan. Lima warga AS yang diantaranya merupakan seorang pengusaha dan aktivis konservasi diterbangkan menuju ibu kota Qatar, Doha menggunakan sebuah pesawat Qatar. Pejabat Gedung Putih memberi konfirmasi bahwa sebagai balasannya, Presiden Joe Biden memberikan pengampunan dan membebaskan lima warga Iran yang dipenjara. Iran dan Amerika Serikat sepakat melakukan pertukaran tahanan setelah pencairan dana milik Iran sebesar 6 miliar dolar AS di bank Qatar. Dana tersebut didapat Iran dari menjual minyak ke Korea Selatan beberapa tahun sebelumnya.

    Akan tetapi, pada Oktober 2023, Pemerintah AS dan Qatar sepakat untuk memblokir akses Iran terhadap dana tersebut. Menurut laporan NBC News, Wakil Menteri Keuangan AS saat itu, Wally Adeyemo, tidak memberikan jangka waktu berapa lama AS dan Qatar melakukan pemblokiran akses Iran terhadap dana tersebut.

    Pertanyaan mengenai akses Iran terhadap dana tersebut telah menjadi sorotan sejak Hamas yang didukung Iran melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Menlu AS, Antony Blinken, dalam konferensi berita di Tel Aviv mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki pengawasan yang ketat terhadap dana tersebut, dan bahwa mereka mempertahankan hak untuk membekukannya.

    Meski begitu, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan bahwa Teheran tidak terlibat dalam serangan Hamas terhadap Israel

     

    Pengerahan kapal induk AS

    Menteri Pertahanan Amerika Serikat Lloyd Austin memerintahkan pengerahan kapal induk USS Gerald R. Ford yang bertenaga nuklir untuk berlayar ke perairan Mediterania timur dan bersiap untuk membantu Israel selepas dilancarkannya serangan oleh Hamas.  Menurut pejabat AS, pengerahan kapal induk ini juga dimaksudkan untuk mencegah Iran ataupun Hizbullah bergabung dalam perang Israel-Hamas. USS Gerald R. Ford tiba di timur Laut Mediterania pada Selasa, 10 Oktober 2023. Lalu pada 14 Oktober, Pentagon memerintahkan pengerahan USS Dwight D. Eisenhower dari Norfolk, Virginia menuju timur Laut Mediterania

     

    Perkembangan

    Oktober 2023

    Pengeboman kamp pengungsi

    Pada 9 Oktober, di tengah pengeboman yang intens pukul 11 siang waktu setempat, serangan udara Israel menghantam kamp pengungsian Jabalia tepat di utara Gaza. Kamp tersebut bukan hanya padat penduduk, tetapi juga tempat bagi 3 sekolah yang dijalankan oleh United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA), di mana beberapa dari sekolah tersebut telah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan bagi ratusan keluarga yang mengungsi.

    Laporan awal mengungkap banyaknya jumlah korban jiwa. Serangan pada Senin tersebut datang setelah Israel meluncurkan kampanye serangan udara besar-besaran terhadap sejumlah target di Gaza menyusul serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Hamas yang dimulai pada Sabtu sebelumnya. Reuters mengutip Kementerian Kesehatan di Gaza yang mengatakan serangan tersebut telah menewaskan dan melukai puluhan orang. Sekolah yang dijalankan oleh UNRWA juga dihantam serangan tersebut. Youmna El Sayed dari Al Jazeera melaporkan puluhan korban jiwa telah dibawa ke RS Al-Shifa di Kota Gaza. Ia menambahkan serangan Israel lainnya juga menghantam kamp pengungsian Shati, yang juga dikenal sebagai Beach Camp.

    Ultimatum Israel

    Pada Jumat, 13 Oktober, Israel mengultimatum warga sipil untuk keluar dari Kota Gaza dan berpindah ke arah selatan dalam waktu 24 jam. Ultimatum ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant. Ultimatum ini juga diperkirakan menjadi sinyal bahwa serangan darat Israel ke Gaza semakin dekat. Pasukan Pertahanan Israel atau IDF juga menyerukan evakuasi warga Gaza dari rumah mereka ke arah selatan untuk keselamatan warga itu sendiri. Kepala kantor media Hamas, Salama Marouf, mengatakan bahwa ultimatum yang berisi peringatan relokasi dan evakuasi tersebut merupakan salah satu upaya dari Israel untuk menyiarkan dan menyebarkan berita palsu.Pimpinan Hamas menyebutnya sebagai ‘perang psikologis’.

    Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Israel untuk membatalkan peringatan evakuasi tersebut, dan menyebut pergerakan orang-orang dalam skala besar sekitar 1,1 juta orang tidaklah mungkin tanpa adanya konsekuensi kemanusiaan yang mengerikan dan merusak.Dikutip dari situs web Al Jazeera, Yara Hawari dari Al-Shabaka berpendapat bahwa seruan evakuasi tersebut merupakan sebuah usaha pembersihan etnis. Ia juga mengatakan bahwa sejumlah menteri dan politisi Israel menyerukan pengosongan Gaza selama seminggu terakhir menggunakan bahasa yang tidak manusiawi.Selepas seruan militer Israel tersebut, ribuan warga Palestina mulai melarikan diri.

    Di tempat lainnya, tepatnya di selatan Lebanon, serangan yang dilakukan Israel telah menewaskan sedikitnya satu jurnalis dan melukai 6 orang menurut pemberitaan Al Jazeera pada 13 Oktober 2023. Dua dari 6 orang yang terluka merupakan reporter Al Jazeera. Reuters juga mengonfirmasi bahwa videografer bernama Issam Abdullah turut menjadi korban tewas dalam serangan tersebut.

    Sebelumnya, tembakan Israel menghantam kota-kota selatan di Lebanon pada Rabu, 11 Oktober 2023 sebagai respons terhadap serangan roket yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata Hizbullah, ketika kekerasan lintas perbatasan berlanjut hingga hari keempat.Hizbullah menyatakan bahwa mereka menembakkan rudal presisi ke arah Israel sebagai tanggapan terhadap terbunuhnya anggota kelompok mereka dalam serangan Israel pada awal pekan. Militer Israel berkata mereka melancarkan serangan udara dan juga telah menyerang Lebanon setelah sebuah pos militer di dekat Kota Arab al-Aramshe ditargetkan oleh tembakan anti-tank pada Rabu di hari yang sama.

    Pada 22 Oktober Minggu malam, Israel kembali melancarkan serangan udara terhadap kamp pengungsian Jabalia. Tiga puluh jenazah, sebagian besar perempuan dan anak-anak, ditemukan di bawah reruntuhan bangunan di kamp tersebut, kata unit pertahanan sipil. Kementerian Dalam Negeri Gaza mengatakan terdapat banyak korban menyusul serangan udara terhadap sebuah bangunan penduduk di salah satu dari 8 kamp pengungsian yang ada di Jalur Gaza.

    Pada 27 Oktober 2023 Jumat malam, Israel melancarkan serangan udara di dekat Rumah Sakit Al-Shifa dan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Media penyiaran yang berafiliasi dengan Hamas menyebut serangan tersebut juga menargetkan kamp pengungsian al-Bureij yang ada di Gaza tengah. Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, mengatakan para pejuangnya melawan invasi darat oleh Israel di daerah Beit Hanoun di Gaza utara dan timur kamp al-Bureij

     

    Rumah Sakit Indonesia

    Fikri Rofiul Haq, seorang relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), mengatakan Rumah Sakit Indonesia di Gaza telah dibanjiri para pasien setelah pengeboman tanpa henti oleh pasukan Israel. Di RS tersebut saja telah terdapat 870 orang meninggal dunia dan 2.530 orang telah dirawat karena terluka, sedangkan 164 pasien masih dirawat. Pada pekan sebelumnya, rumah sakit tersebut telah kehilangan daya akibat pemadaman listrik akibat kurangnya bahan bakar karena blokade Israel mencegah masuknya pasokan-pasokan penting.

    IDF mengaku telah menyerang kamp Jabaliya pada Selasa, 31 Oktober yang menyebabkan puluhan warga sipil tewas dan puluhan lainnya terluka. China kemudian mengutuk keras serangan tersebut dan mengaku sangat terkejut dengan serangan tersebut akibat banyaknya korban tewas. China pun mendesak Israel mematuhi resolusi PBB untuk melakukan gencatan senjata

     

    November 2023

    Pada Rabu, 1 November, militer Israel kembali melancarkan serangan udara terhadap kamp pengungsian terbesar di Gaza, Jabalia, untuk kedua kalinya dalam dua hari berturut-turut di mana pada sehari sebelumnya, pesawat jet Israel menyerang kamp tersebut dan menewaskan lebih dari 50 orang. Israel menyebut pihaknya berhasil seorang komandan Hamas dalam serangan pada Selasa tersebut. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, terdapat kira-kira 116.000 pengungsi yang terdaftar di kamp tersebut.

    Menurut pemberitaan pada 2 November, pejabat Gaza menyebut 195 orang tewas dan 120 orang hilang dalam pengeboman Israel terhadap kamp pengungsian Jabalia, di mana PBB mengatakan bahwa pengeboman tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan perang Sementara itu, Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina sebagai satu-satunya fasilitas medis di Gaza yang melayani pasien kanker terpaksa ditutup karena kehabisan bahan bakar, sedangkan Rumah Sakit Indonesia di Gaza menggunakan generator cadangan. Selain itu, sejauh ini terdapat setidaknya 9.061 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Di sisi lain, terdapat 1.400 orang tewas di Israel.

    Militer Israel kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan serangan jet tempurnya telah menyerang kompleks komando dan kendali Hamas di Jabalia, yang menewaskan kepala unit rudal anti tank Hamas, Muhammad A’sar

     

    Pengepungan Gaza

    Di hari yang sama, 2 November 2023, militer Israel mengungkapkan pasukan Israel telah mengepung Gaza, kota utama di Jalur Gaza, dalam serangan mereka terhadap Hamas. Akan tetapi, Hamas berupaya melawan dengan melakukan serangan hit-and-run dari terowongan-terowongan bawah tanah.  Di tengah ledakan-ledakan besar di Gaza, juru bicara militer Israel Daniel Hagari berujar pada wartawan bahwa para prajurit negaranya telah mengepung Kota Gaza yang merupakan titik penting Hamas. Sementara itu, Brigjen Iddo Mizrahi selaku kepala insinyur militer Israel menyatakan pasukannya menghadapi banyak ranjau dan jebakan. Ia menilai Hamas telah belajar dan mempersiapkan diri dengan matang. Di lain pihak, Abu Ubaida selaku juru bicara sayap bersenjata Hamas berujar dalam pidato di televisi bahwa jumlah korban tewas Israel di Gaza jauh lebih tinggi daripada yang telah diumumkan oleh militer Israel. “Your soldiers will return in black bags,” ujarnya

    Tempat Bermain Slot Yang Asik : Mahkota69

  • Konflik Israel–Palestina

    Konflik Israel–Palestina

    Konflik Israel–Palestina adalah konflik militer dan politik yang sedang berlangsung dari abad ke-19 hingga pada abad ke-21. Konflik ini merupakan salah satu konflik terpanjang yang masih berlangsung di dunia.Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik sebagai bagian dari proses perdamaian Israel–Palestina,di mana upaya perdamaian ini juga merupakan upaya lain untuk menyelesaikan konflik Arab–Israel yang lebih luas.

    Masalah utama dari konflik ini mencakup status kepemilikan Yerusalem, pemukiman Israel,perbatasan, keamanan dan hak atas air serta kebebasan bergerak Palestina dan hak kembali Palestina. Konflik antara dua pihak ini berdampak besar bagi media internasional, di mana akibat dari konflik ini berbagai media luar negeri banyak membahas hak-hak bersejarah, masalah keamanan, dan hak asasi manusia di Palestina. Selain berdampak bagi media luar, konflik ini juga berdampak pada pariwisata, di mana terhambatnya akses umum ke wilayah-wilayah yang diperebutkan. Beberapa upaya perdamaian menyarankan solusi pembentukan dua negara, yang melibatkan pembentukan negara Palestina merdeka dari Israel di mana solusi ini dulunya banyak didukung oleh bangsa Yahudi. Namun, dukungan publik terhadap solusi dua negara yang sebelumnya mendapat dukungan dari warga Yahudi Israel dan Palestina, telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir

    Latar belakang Konflik Israel–Palestina

    Kembalinya beberapa nasionalis Arab-Palestina garis keras, di bawah kepemimpinan Haji Amin al-Husseini, dari Damaskus ke Mandat Palestina menjadi pertanda dimulainya perjuangan nasionalis Arab Palestina menuju pendirian pemukiman nasional bagi orang Arab di Palestina.Amin al-Husseini, perancang gerakan nasional Arab Palestina menganggap gerakan nasional Yahudi dan migrasi Yahudi ke Palestina merupakan satu-satunya musuh perjuangannya, dan pada saat itu mereka memulai kerusuhan besar-besaran terhadap orang-orang Yahudi pada awal tahun 1920 di Yerusalem, dan tahun 1921 di Jaffa. Salah satu akibat kekerasan tersebut adalah pembentukan pasukan paramiliter Yahudi bernama Haganah. Pada tahun 1929, peristiwa kerusuhan ini mengakibatkan kematian 133 orang Yahudi dan 116 orang Arab, dengan banyak korban orang Yahudi di Hebron dan Safed, dan evakuasi orang Yahudi dari Hebron dan Gaza. Kekerasan kembali terjadi dan berlanjut secara sporadis hingga awal Perang Dunia II berakhir yang memakan korban sekitar 5.000 orang, sebagian besar dari pihak Arab. Berakhirnya Perang Dunia II membuat situasi di daerah Palestina menjadi tenang. Hal ini menyebabkan berubahnya situasi ke arah sikap yang lebih moderat di antara orang-orang Arab Palestina di bawah kepemimpinan klan Nashashibi dan bahkan pembentukan Resimen Yahudi-Arab Palestina di bawah komando Inggris, yang memerangi Jerman di Afrika Utara. Namun, pihak al-Husseini yang lebih radikal di pengasingan cenderung tetap bekerja sama dengan Nazi Jerman, dan berpartisipasi dalam pembentukan strategi propaganda pro-Nazi di seluruh dunia Arab.

    Kekalahan kaum nasionalis Arab di Irak dan relokasi al-Husseini ke Eropa yang diduduki Nazi mengikat mereka dalam operasi lapangan di Palestina secara teratur, menuntut agar Italia dan Jerman untuk  mengebom Tel Aviv.Pada akhir Perang Dunia II, krisis mengenai nasib para penyintas Holocaust dari Eropa menyebabkan ketegangan baru antara Yishuv dan kepemimpinan Arab Palestina. Kuota imigrasi ditetapkan oleh Inggris, sementara di sisi lain imigrasi ilegal dan pemberontakan Zionis terhadap Inggris semakin meningkat.

    Pada tanggal 29 November 1947, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa membuat Resolusi 181(II), sebuah rencana untuk membagi Palestina menjadi negara Arab, serta negara Yahudi dan Kota Yerusalem. Namun keesokan harinya pada tanggal 30 November 1947 Palestina dilanda kekerasan, yang berlanjut selama empat bulan, di bawah provokasi dan serangan Arab yang terus-menerus.

    Liga Arab mendukung perjuangan Arab dengan membentuk Tentara Pembebasan Arab berbasis sukarelawan, mendukung Tentara Arab Palestina pada Perang Suci, di bawah kepemimpinan Abdul al-Qadir al-Husayni dan Hasan Salama. Di pihak Yahudi, perang saudara dikelola oleh milisi bawah tanah besar antara Haganah, Irgun dan Lehi  yang diperkuat oleh banyaknya veteran Yahudi yang ikut berpartisipasi pada Perang Dunia II dan sukarelawan asing. Pada musim semi tahun 1948, sudah terlihat jelas bahwa pasukan Arab hampir mengalami kehancuran total, sementara pasukan Yishuv memperoleh lebih banyak wilayah yang menimbulkan banyak masalah bagi para pengungsi Arab Palestina

    Sejarah Konflik Israel–Palestina

    Sejarah dimulainya konflik Israel-Palestina berawal pada akhir abad ke-19,ketika Zionis berusaha mendirikan tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang saat itu masih dikuasai oleh Ottoman, di mana saat itu diadakan sebuah deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris,untuk mendukung gagasan tanah air Yahudi di Palestina. Hal ini menyebabkan masuknya imigran Yahudi ke wilayah tersebut setelah Perang Dunia II dan Holocaust.Saat itu dukungan secara internasional meningkat untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina, yang mengarah pada pembentukan Israel pada tahun 1948.

    Pembentukan Israel dan perang yang terjadi menyebabkan ratusan ribu warga Palestina mengungsi dan menjadi pengungsi, sehingga memicu konflik selama puluhan tahun antara Israel dan rakyat Palestina. Orang-orang Palestina berusaha untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri setidaknya di sebagian wilayah Palestina yang bersejarah. Pertahanan Israel atas perbatasannya sendiri, kendali atas Tepi Barat, blokade Mesir-Israel di Jalur Gaza, dan politik dalam negeri Palestina saat ini menjadikan tujuan ini tidak dapat dicapai.

    Berbagai perundingan untuk upaya perdamaian telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun perjanjian damai yang langgeng masih sulit dicapai. Konflik tersebut ditandai dengan kekerasan, termasuk serangan teroris oleh militan Palestina dan operasi militer oleh Israel. Amerika Serikat dan negara-negara lain juga ikut serta memainkan peran penting dalam upaya menangani perdamaian, namun masih banyak kendala yang dihadapi, termasuk masalah pemukiman Israel di Tepi Barat, status Yerusalem, dan nasib akhir para pengungsi Palestina

    Perang Israel dan negara-negara Arab tahun 1948 – 1949

    Badan bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 15 Mei 1947 itu terdiri dari 11 negara, dan tanggal 31 Agustus 1947 di sidang umum PBB merekomendasikan pembagian wilayah Palestina dalam masa transisi, selama dua tahun dimulai pada tanggal 1 September 1947. Saat itu Inggris mengumumkan niatnya menyerahkan Mandat Palestina ke tangan PBB, setelah aksi kekerasan terus terjadi di wilayah tersebut. Akan tetapi, kelompok Zionis melancarkan serangan terus menerus kepada orang Inggris di wilayah itu. Mereka menuntut dibukanya keran imigrasi untuk bangsa Yahudi, yang masih tertahan di kamp Holocaust Nazi Jerman.

    Meskipun para pasukan Arab memerintahkan penduduk desa untuk mengungsi demi tujuan militer ke daerah terpencil, akan tetapi tidak ada bukti bahwa para pemimpin Arab menyerukan evakuasi dan bahkan sebagian besar mendesak warga Palestina untuk tetap tinggal di rumah mereka. Penyerangan oleh Haganah terhadap pusat-pusat padat penduduk Arab seperti Jaffa dan Haifa serta pengusiran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Irgun dan Lehi seperti di Deir Yassin dan Lydda menyebabkan kekacauan sebagian besar masyarakat Arab. Perang tersebut menghasilkan kemenangan bagi Israel, dengan berhasilnya Israel mencaplok wilayah di luar perbatasan partisi untuk usulan negara Yahudi, serta merebut beberapa perbatasan yang diusulkan sebagai negara Arab Palestina.

    1920-1948: Mandat Britania atas Palestina

    • Teks 1922: Mandat Palestina Liga Bangsa-bangsa
    • Mandat Britania atas Palestina
    • Revolusi Arab 1936-1939.

    Revolusi Arab dipimpin Amin Al-Husseini. Tak kurang dari 5.000 warga Arab terbunuh. Sebagian besar oleh Inggris. Ratusan orang Yahudi juga tewas. Husseini terbang ke Irak, kemudian ke wilayah Jerman, yang ketika itu dalam pemerintahan Nazi.

    • Rencana Pembagian Wilayah oleh PBB 1947
    • Deklarasi Pembentukan Negara Israel, 14 Mei 1948.

    Secara sepihak Israel mengumumkan diri sebagai negara Yahudi. Inggris hengkang dari Palestina. Mesir, Suriah, Irak, Libanon, Yordania, dan Arab Saudi menabuh genderang perang melawan Israel.

    1948-1967

    • Perang Arab-Israel 1948
    • Persetujuan Gencatan Senjata 1949

    3 April 1949. Israel dan Arab bersepakat melakukan gencatan senjata. Israel mendapat kelebihan wilayah 50 persen lebih banyak dari yang diputuskan dalam Rencana Pemisahan PBB.

    • Exodus bangsa Palestina
    • Perang Suez 1956
    • Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) resmi berdiri pada Mei 1964.
    • Perang Enam Hari 1967
    • Resolusi Khartoum
    • Pendudukan Jalur Gaza oleh Mesir
    • Pendudukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur oleh Yordan

    Tahun 1968 hingga 1993

    Pada bulan Juli 1968 para organisasi bersenjata non-negara seperti Fatah dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina berhasil memperoleh mayoritas suara di Dewan Nasional Palestina, serta perolehan suara di Dewan Nasional Palestina di Kairo pada tanggal 3 Februari 1969, di mana melalui perolehan suara itu pemimpin Fatah yakni Yasser Arafat terpilih sebagai ketua PLO. Sejak awal, organisasi ini menggunakan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil dan militer selama konflik dengan Israel. PLO mencoba mengambil alih penduduk Tepi Barat, namun Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mendeportasi mereka ke Yordania, di mana mereka mulai bertindak melawan pemerintahan Yordania, di mana 70% dari total warga Palestina di Yordania menyerang Israel berkali-kali menggunakan infiltrasi teroris serta menembakkan roket Katyusha, yang menyebabkan beberapa pembalasan dari Israel.

    Pada akhir tahun 1960-an, ketegangan antara Palestina dan pemerintah Yordania meningkat pesat, di mana pada September 1970 terjadi bentrok berdarah militer antara Yordania dan organisasi bersenjata Palestina, di mana pada saat itu Raja Hussein dari Yordania beserta para pasukannya berhasil menumpas pemberontakan Palestina.

    Selama konflik bersenjata itu, ribuan orang terbunuh, yang sebagian besar korbannya adalah warga Palestina. Pertempuran terus berlanjut hingga tahun 1982 PLO diusir ke Lebanon, di mana hal ini membuat PLO berhasil menguasai sebagian wilayah Lebanon. Sejumlah besar warga Palestina berimigrasi ke Lebanon dengan puluhan ribu pengungsi Palestina yang sudah berada di sana. Pusat kegiatan PLO kemudian beralih ke Lebanon, di mana mereka mendirikan pangkalan untuk melakukan serangan terhadap Israel dan melancarkan kampanye teror internasional, yang sebagian besar bertujuan untuk menculik pesawat perang Israel. Daerah yang dikuasai oleh PLO itu dikenal oleh pers internasional dan penduduk lokal sebagai Tanah Fatah, yang menciptakan ketegangan dengan warga lokal Lebanon yang menyebabkan Perang Saudara Lebanon yang berlangsung sejak tahun 1975 hingga tahun 1990

    Perjanjian Oslo

    Upaya perdamaian oleh Oslo

    Upaya perdamaian di tanah Arab telah diupayakan oleh pemerintah dunia sejak tahun 1939. konflik yang terus berkepanjangan antara Palestina dan Israel bermula ketika perjanjian Camp David antara Mesir dan Israel tidak berjalan lancar. Perjanjian Camp David yang disetujui oleh pemerintah Mesir dan Israel yang mengindikasikan pengembalian Semenanjung Sinai kepada Mesir dan pembahasan pembentukan pemerintahan otonomi di Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai masa depan Palestina dianggap gagal. Diwaktu yang sama, Israel menolak untuk melakukan negosiasi dengan PLO berujung dengan berbagai macam konflik seperti Perang Lebanon 1982 dan pembantaian di Kamp pengungsian Sabra dan Shatila pada 16 hingga 18 September 1982. Semakin memanasnya hubungan antara Palestina juga ditandai dengan pecahnya perang intifada atau perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel di jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada tahun 1987. Perjanjian damai antara Palestina dan Israel terus diupayakan untuk menekan terjadinya pelebaran konflik dengan beberapa perjanjian seperti perjanjian OSLO I dan OSLO II. Perjanjian ini melingkupi kesepakatan yang ditandatangani oleh pemerintah Israel dan Palestina, yang diwakilkan dengan kepemimpinan Organisasi Pembebasan Palestina.

    Pada bulan Agustus 1993, terungkap bahwa negosiasi rahasia di Oslo, Norwegia antara pejabat tinggi Israel dan Palestina telah menghasilkan perjanjian Israel-Palestina yang pertama. Pembicaraan tersebut, yang dimulai beberapa bulan sebelumnya di bawah naungan Kementerian Luar Negeri Norwegia, dimulai secara informal dengan diplomat dan akademisi tingkat rendah Israel dan Palestina. Namun seiring dengan semakin suksesnya penyusunan perjanjian, perundingan ditingkatkan dan segera dilakukan oleh pejabat tinggi Israel dan Palestina.

    1993-2000: Proses perdamaian Oslo

    • Kesepakatan Damai Oslo antara Palestina dan Israel 1993

    13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui kedaulatan masing-masing. Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo. Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa “memerintah” di kedua wilayah itu. Arafat “mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai”. 28 September 1995, Implementasi Perjanjian Oslo Otoritas Palestina segera berdiri.

    • Kerusuhan terowongan Al-Aqsa

    September 1996. Kerusuhan terowongan Al-Aqsa. Israel sengaja membuka terowongan menuju Masjidil Aqsa untuk memikat para turis, yang justru membahayakan pondasi masjid bersejarah itu. Pertempuran berlangsung beberapa hari dan menelan korban jiwa.

    Situasi saat ini

    Sejak Persetujuan Oslo, Pemerintah Israel dan Otoritas Nasional Palestina secara resmi telah bertekad untuk akhirnya tiba pada solusi dua negara. Masalah-masalah utama yang tidak terpecahkan di antara kedua pemerintah ini adalah:

    • Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur yang mencakup wilayah-wilayah dari Negara Palestina yang diusulkan.
    • Keamanan Israel.
    • Keamanan Palestina.
    • Hakikat masa depan Negara Palestina.
    • Nasib para pengungsi Palestina.
    • Kebijakan-kebijakan pemukiman pemerintah Israel, dan nasib para penduduk pemukiman itu.
    • Kedaulatan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Bukit Bait Suci dan kompleks Tembok (Ratapan) Barat.

    Masalah pengungsi muncul sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Masalah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur muncul sebagai akibat dari Perang Enam Hari pada 1967.

    Selama ini telah terjadi konflik yang penuh kekerasan, dengan berbagai tingkat intensitasnya dan konflik gagasan, tujuan, dan prinsip-prinsip yang berada di balik semuanya. Pada kedua belah pihak, pada berbagai kesempatan, telah muncul kelompok-kelompok yang berbeda pendapat dalam berbagai tingkatannya tentang penganjuran atau penggunaan taktik-taktik kekerasan, anti kekerasan yang aktif, dll. Ada pula orang-orang yang bersimpati dengan tujuan-tujuan dari pihak yang satu atau yang lainnya, walaupun itu tidak berarti mereka merangkul taktik-taktik yang telah digunakan demi tujuan-tujuan itu. Lebih jauh, ada pula orang-orang yang merangkul sekurang-kurangnya sebagian dari tujuan-tujuan dari kedua belah pihak. Dan menyebutkan “kedua belah” pihak itu sendiri adalah suatu penyederhanaan: Al-Fatah dan Hamas saling berbeda pendapat tentang tujuan-tujuan bagi bangsa Palestina. Hal yang sama dapat digunakan tentang berbagai partai politik Israel, meskipun misalnya pembicaraannya dibatasi pada partai-partai Yahudi Israel.

    Mengingat pembatasan-pembatasan di atas, setiap gambaran ringkas mengenai sifat konflik ini pasti akan sangat sepihak. Itu berarti, mereka yang menganjurkan perlawanan Palestina dengan kekerasan biasanya membenarkannya sebagai perlawanan yang sah terhadap pendudukan militer oleh bangsa Israel yang tidak sah atas Palestina, yang didukung oleh bantuan militer dan diplomatik oleh A.S. Banyak yang cenderung memandang perlawanan bersenjata Palestina di lingkungan Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai hak yang diberikan oleh persetujuan Jenewa dan Piagam PBB. Sebagian memperluas pandangan ini untuk membenarkan serangan-serangan, yang sering kali dilakukan terhadap warga sipil, di wilayah Israel itu sendiri.

    Demikian pula, mereka yang bersimpati dengan aksi militer Israel dan langkah-langkah Israel lainnya dalam menghadapi bangsa Palestina cenderung memandang tindakan-tindakan ini sebagai pembelaan diri yang sah oleh bangsa Israel dalam melawan kampanye terorisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Palestina seperti Hamas, Jihad Islami, Al Fatah dan lain-lainnya, dan didukung oleh negara-negara lain di wilayah itu dan oleh kebanyakan bangsa Palestina, sekurang-kurangnya oleh warga Palestina yang bukan merupakan warga negara Israel. Banyak yang cenderung percaya bahwa Israel perlu menguasai sebagian atau seluruh wilayah ini demi keamanannya sendiri. Pandangan-pandangan yang sangat berbeda mengenai keabsahan dari tindakan-tindakan dari masing-masing pihak di dalam konflik ini telah menjadi penghalang utama bagi pemecahannya.

    Sebuah usul perdamaian saat ini adalah peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima peta itu namun dengan 14 “reservasi”. Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Menurut rencana yang diajukan kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh “kehadiran sipil dan militer… yang permanen” di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan “mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza.” Pemerintah Israel berpendapat bahwa “akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah pendudukan,” sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-satunya ialah bahwa Israel “akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok [artinya, Penghalang Tepi Barat Israel] dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini”

    Dengan rencana pemisahan diri sepihak, pemerintah Israel menyatakan bahwa rencananya adalah mengizinkan bangsa Palestina untuk membangun sebuah tanah air dengan campur tangan Israel yang minimal, sementara menarik Israel dari situasi yang diyakininya terlalu mahal dan secara strategis tidak layak dipertahankan dalam jangka panjang. Banyak orang Israel, termasuk sejumlah besar anggota partai Likud—hingga beberapa minggu sebelum 2005 berakhir merupakan partai Sharon—kuatir bahwa kurangnya kehadiran militer di Jalur Gaza akan mengakibatkan meningkatnya kegiatan penembakan roket ke kota-kota Israel di sekitar Gaza. Secara khusus muncul keprihatinan terhadap kelompok-kelompok militan Palestina seperti Hamas, Jihad Islami atau Front Rakyat Pembebasan Palestina akan muncul dari kevakuman kekuasaan apabila Israel memisahkan diri dari Gaza.

     

    Upaya perdamaian Konflik Israel–Palestina

    Konflik masyarakat Israel dan Palestina ini menimbulkan berbagai pandangan dan opini. Sejak awal konflik, korban konflik tidak hanya sebatas pada para pihak militer, namun banyak juga warga sipil menjadi korban akibat dari konflik ini. Sebanyak 32% warga Yahudi Israel mendukung kemerdekaan Palestina dengan dibaginya wilayah berdasarkan garis ideologi. Akan tetapi banyak juga masyarakat yang mendukung mempertahankan status quo.

    Sekitar 70% warga Palestina (65% di Jalur Gaza dan 35% di Tepi Barat), mendukung serangan bersenjata terhadap warga Israel di wilayah Israel sebagai cara untuk mencegah pendudukan warga Yahudi, sementara 30% lainnya mendukung pembagian dua negara adalah solusi yang tepat, karena Palestina tidak mungkin lagi melakukan perluasan daerah. Lebih dari dua pertiga warga Yahudi Israel mengatakan bahwa, jika Tepi Barat dianeksasi oleh Israel, warga Palestina yang tinggal di sana tidak boleh diizinkan untuk memilih.

    Rasa saling tidak percaya dan perbedaan pendapat yang signifikan sangat erat kaitannya dengan isu-isu mendasar, begitu pula dengan skeptisisme timbal balik mengenai komitmen pihak lain untuk menegakkan kewajiban dalam perjanjian bilateral.

    Sejak tahun 2006 pihak Palestina telah terpecah belah akibat konflik antara Fatah, di mana partai yang secara tradisional yakni Hamas (sebuah kelompok Islam militan yang menguasai Jalur Gaza) dominan dalam pemilu. Sejak saat itu, Hamas dan Israel telah berperang sebanyak lima kali, di mana perang yang terakhir terjadi pada tahun 2023.

    Upaya untuk memperbaiki hal ini telah berulang kali dan terus berlanjut. Dua pihak yang melakukan perundingan langsung adalah pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Perundingan resmi dimediasi oleh Kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari PBB , Amerika Serikat, Rusia, dan Uni Eropa. Putaran terakhir perundingan perdamaian dimulai pada Juli 2013 namun terhenti pada tahun 2014